Persamaan dimuka hukum atau equality before the law, menyatakan persamaan hak bagi Warga Negara di hadapan hukum. Pengakuan dan layanan yang setara harus diberikan tanpa terkecuali. Atas dasar itu, maka seluruh Warga Negara harus mendapatkan perlakuan yang sama.
Namun strata sosial di Indonesia menyebabkan tidak semua Warga Negara memiliki perlakuan yang sama. Fakir miskin dan kaum papa tidak mendapatkan akses atas layanan hukum yang semestinya disediakan oleh Negara. Persamaan dimuka hukum saja tidak cukup, oleh karena nya harus ada equal treatment bagi masyarakat miskin dan buta hukum untuk memperoleh kesetaraan yang hakiki di muka hukum. Atas dasar itulah Bantuan Hukum digagas, tidak hanya merupakan jaminan atas pemenuhan hak konstitusional bagi Warga Negara, bantuan hukum itu sendiri merupakan hak yang melekat kepada setiap Warga Negara tanpa membedakan suku, agama, ras, jenis kelamin, pandangan politik dan lain-lain.
Setelah 41 tahun Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) beserta Kantor-Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) berkiprah untuk mendorong pemenuhan akses terhadap keadilan, tahun 2016 pemerintah menerbitkan Undang-Undang No 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Namun demikian berbagai kritik juga dilayangkan terhadap Undang-Undang Bantuan Hukum, terutama karena dalam undang-undang itu cenderung melihat kemiskinan hanya dari satu aspek saja yaitu aspek ekonomi.
Sedangkan kelompok yang termarjinalkan dan rentan lainnya seperti tidak terjangkau oleh Undang-Undang Bantuan Hukum. Padahal mereka merupakan pihak yang memerlukan penjangkauan dari pemberi bantuan hukum. Sebut saja kelompok perempuan, anak, masyarkat adat, buruh, kelompok minoritas etnis, Disabilitas, LGBT dll. Mereka merupakan korban dari struktur sosial yang menindas sehingga cenderung mendapatkan kesulitan dalam menerima layanan. Tentu saja faktor lain seperti stigma yang begitu kuat terhadap mereka menyebabkan mereka semakin sulit dalam memperoleh bantuan hukum.
Atas dasar itu semua, penting mengarusutamakan pandangan-pandangan terhadap Organisasi Bantuan Hukum sebagai pemberi layanan bantuan hukum yang dirujuk oleh undang-undang bantuan hukum. Hal tersebut dikarenakan dalam sistem pemberian bantuan hukum, OBH merupakan ujung tombak pemberian bantuan hukum.
Prinsip Dasar Penyelenggaraan Pelatihan Social Justice untuk advokat OBH:
-
Nilai Kemanusiaan
-
Non Diskriminasi
-
Partisipatif
-
Kemandirian
Ke empat prinsip ini harus tersampaikan baik dalam materi-materi pendidikan maupun dalam aktivitas baik secara tersurat maupun secara tersirat. Panitia harus menerapkan empat prinsip ini dalam penyelenggaraan, begitu pula dengan trainer maupun fasilitator.
Prinsip Metode Pendekatan Pembelajaran:
1. Integratif, yaitu pembelajaran tidak hanya menyangkut aspek pembelajaran hukum tetapi berkaitan dengan aspek sosial lain yang lebih luas.
2. Partisipatif yaitu pembelajaran menekankan pada keaktifan peserta dan pengajar yang bersifat timbal balik.
3. Aplikatif yaitu pembelajaran menekankan varian metode yang tidak hanya teoritik tetapi bersifat praktis sehingga dapat diterapkan.
No |
Materi Pembelajaran |
Pokok Bahasan |
Indikator Spesifik Pembelajaran |
Metode |
1 |
Social Justice |
Teori keadilan |
· Peserta dapat memahami konsep keadilan · Peserta memahami distribusi keadilan · Peserta memahami teori keadilan dalam menangani kasus · Ada awareness terhadap keadilan di lapangan |
Mutual partisipatif dari mulai pre test, post test, studi case, roleplay, |
Critical legal thingking |
· Peserta mampu melihat keadilan dalam substansi hukum · Peserta menjadi sensitive kepada korban · Peserta mampu memahami bagaimana hukum bekerja |
|||
Kemiskinan Struktural |
· Peserta memahami definisi kemiskinan (bukan hanya aspek ekonomi) · Peserta memahami akar masalah kemiskinan (ketimpangan) |
|||
2 |
Hak Asasi Manusia |
Pengantar Ham Hak Sipol Hak Ekosob |
· Peserta diberikan pengantar HAM beserta prinsip2 nya · Peserta memahami penggunaan HAM sebagai pisau analisis dalam penanganan kasus. · Peserta memahami hubungan antara Negara dengan warga Negara serta peran advokat OBH dalam pemenuhan HAM. · Peserta memahami HAM dan Social Justice. |
Ceramah, diskusi kasus, diskusi kritis. |
3 |
Bantuan Hukum |
Sejarah dan filosofi bantuan hukum |
· Peserta memahami sejarah bantuan hukum. · Peserta memahami bantuan hukum dalam persfektif social justice. · Peserta memahami peran organisasi bantuan hukum dalam pemenuhan social justice. · Peserta memahami peran advokat, dalam dua persfektif yakni social justice dan probono dalam konteks profesi. |
Ceramah, diskusi kritis, movie screen dll |
KETERAMPILAN
No |
Materi Pembelajaran |
Pokok Bahasan |
Indicator Spesifik Pembelajaran |
Metode |
1 |
Keterampilan Hukum |
Analisa kasus |
Peserta memiliki kemampuan mengidentifikasi kasus-kasus dalam isu social justice |
Ceramah, diskusi kritis, bedah kasus |
|
|
Strategi Advokasi |
Peserta memiliki kemampuan membuat roadmap advokasi baik secara litigasi maupun non litigasi. |
|
|
|
Prinsip2 penanganan kasus |
· Peserta mengetahui hal-hal apa saja yang boleh dan tidak dalam menangani kasus kelompok rentan. · Peserta tumbuh sensitivitas terahadap korban |
|
|
|
Mekanisme Komplain |
· Peserta memiliki pengetahuan tentang mekanisme complain internal · Peserta memiliki pengetahuan tentang mekanisme complain eksternal. · Peserta memiliki kemampuan untuk memilah wilayah complain, yaitu yudisial dan non yudisial |
|
2 |
Keterampilan Sosial |
Membangun Jaringan |
· Peserta memiliki kemampuan dalam berkomunikasi · Peserta memiliki kemampuan dalam berkampanye. (ketika keterampilan pengorganisasian tidak dimiliki maka focus pada kampanye) |
Ceramah, diskusi kritis, movie screen |
|
|
Analisis sosial |
· Peserta memiliki keberpihakan · Bagaimana seorang advokat bekerja untuk social justice · Memahami riset dan kemampuan membangun Community organizer |
[/et_pb_cta][/et_pb_column][/et_pb_row][/et_pb_section]