Pekanbaru, 24 Februari 2021—YLBHI-LBH Pekanbaru dan Senarai meminta Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial mengevaluasi pelaksanaan persidangan elektronik selama pandemi Covid-19 karena berjalan tidak maksimal. Temuan LBH Pekanbaru dan Senarai, beberapa pengadilan di Riau tidak siap dengan sejumlah fasilitas pendukung persidangan dalam jaringan (daring) tersebut.
Hampir semua pengadilan di Riau, kualitas jaringan atau koneksi internet mengganggu komunikasi para pihak maupun saksi pada saat pemeriksaan. Selain hilang timbulnya video para pihak, suara mereka juga tidak terdengar dengan baik. Masalah ini tidak hanya di pengadilan, namun juga di kantor kejaksaan maupun tempat terdakwa ditahan.
Kemudian, tidak semua ruang sidang di pengadilan memiliki perlengkapan penunjang sidang elektronik yang sama. Misalnya, perangkat kamera, mikrofon dan layar monitor bagi pengunjung sidang. Di Pengadilan Negeri Siak punya masalah lain lagi. Ketika persidangan berlangsung listrik pengadilan kerap berulang kali padam. Akibatnya, pengadilan sering menunda persidangan beberapa saat sampai para pihak atau saksi terhubung kembali.
Dari sejumlah kendala diatas, majelis Hakim akhirnya menggunakan aplikasi videocall WhatsApp grup bahkan menggunakan jaringan telefon seluler untuk menjalankan persidangan.
Bahwa Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4/2020 tentang administrasi dan persidangan perkara pidana di pengadilan secara elektronik bertujuan untuk mengatasi segala hambatan dan rintangan demi mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Namun, sejumlah kendala diatas menyebabkan proses persidangan menjadi rumit, tidak efektif dan efesien.
“Proses tersebut berdampak pada kualitas acara persidangan. Hak Terdakwa untuk berkomunikasi atau konsultasi dengan penasihat hukum menjadi terbatas, sehingga sering terjadi mis komunikasi terlebih apabila para pencari keadilan tidak mengerti alur persidangan,” kata Noval Setiawan, Pengacara Publik LBH Pekanbaru.
Lanjutnya, persidangan secara elektronik juga mempengaruhi kualitas pembuktian, karena terdakwa, penasihat hukum dan hakim hanya melihat alat bukti melalui kamera ataupun layar persidangan. Hal ini tentunya merugikan terdakwa dan penasihat hukumnya dalam melakukan pembelaan di persidangan.
Pengawasan juga menjadi terbatas bahkan tidak berjalan sama sekali, karena akses persidangan elektronik hanya diketahui oleh pengadilan dan pihak yang berperkara. Apa lagi, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4/2020 tidak mengatur tentang pengawasan persidangan secara elektronik, sehingga pelanggaran yang terjadi selama persidangan tidak terpantau.
“Selama pandemi ini pun, Komisi Yudisial lewat penghubungnya di daerah tidak melakukan fungsi pengawasannya sebagaimana mandat UU. Dengan kata lain, KY tidak berbuat sama sekali untuk mewujudkan peradilan yang bersih dan adil sejak diterbitkannya Perma 4/2020,” kata Jeffri Sianturi, Koordinator Umum Senarai.
Lanjutnya, persidangan secara elektronik juga membatasi publik untuk melihat atau menyaksikan persidangan menjadi terbatas. Publik tidak diberikan akses untuk melihat jalannya persidangan, sehingga asas persidangan terbuka untuk umum hanya formalitas belaka.
Berdasarkan permasalahan tersebut, LBH Pekanbaru dan Senarai dengan ini meminta:
- Mahkamah Agung mengevaluasi proses persidangan elektronik, mengawasi kinerja hakim selama persidangan model ini berlangsung dan memberikan akses Publik untuk menyaksikan persidangan yang dibuka untuk umum;
- Komisi Yudisial menjalankan fungsi pengawasan persidangan secara elektronik dengan turun langsung ke pengadilan seperti sebelum terjadi pandemi.
Narahubung:
Noval Setiawan—0852 78735200
Jeffri Sianturi—0853 6525 0049
Add Comment