Rustam Bin Alm Kartawirya seorang masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti yang terjerat hukum karena membersihkan pekarangan rumahnya kini sudah memasuki tahap pembelaan (Pledooi) di Pengadilan Negeri Bengkalis dengan Nomor Perkara 187/Pid.B/LH/2020/PN Bls.
Dalam Nota Pembelaannya yang dibacakan pada Selasa 7 Juli 2020, Penasihat Hukum dari LBH Pekanbaru menyebutkan bahwa fakta persidangan tidak membuktikan Rustam melakukan kegiatan membuka dan / atau mengelola lahan dengan cara membakar sebagaimana dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Meranti mendakwa Rustam dengan Dakwaan Alternatif, yaitu Dakwaan Pertama melanggar Pasal 69 ayat (1) huruf h Jo Pasal 108 Undang-Undang RI No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau Dakwaan Kedua melanggar Pasal 56 ayat (1) Jo Pasal 108 Undang-Undang RI No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Dalam fakta persidangan terungkap bahwa Rustam hanya membersihkan pekarangan rumahnya agar terlihat bersih dan rapi karena keluarga Rustam akan mengadakan acara syukuran / kenduri atas kelahiran anak keempatnya. Pekarangan Rustam juga bukan sebuah lahan perkebunan dan Rustam juga bukan seorang pekebun atau juga bukan pelaku usaha perkebunan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang perkebunan.
“Pak Rustam hanya seorang buruh bangunan, bukan seorang pekebun dan juga Pak Rustam tidak membuka lahan atau mengelola lahan perkebunan, Pak Rustam hanya membersikan pekarangan rumah saja, pekarangan rumah Pak Rustam juga bukanlah areal perkebunan” ucap Noval Setiawan penasihat hukum Rustam.
Dalam nota pembelaannya Penasihat Hukum Rustam menyebutkan kesesatan berpikir Jaksa Penuntut Umum jika mengategorikan tanaman yang berada dipekarangan rumah Rustam adalah usaha perkebunan “jika pohon di depan rumah Pak Rustam dikatakan merupakan usaha perkebunan, maka bagaimana jika ada pohon kelapa, pisang ataupun pinang berada di tepi jalan raya, di halaman / pekarangan kantor Polres, kantor Kejaksaan atau Pengadilan, bahkan kantor LBH sendiri? Apakah kantor-kantor tersebut dapat dikatakan memiliki usaha perkebunan? Atau bahkan pelaku usaha perkebunan?, ini merupakan kesesatan berfikir Jaksa Penuntut Umum dalam mengartikan perkebunan atau usaha perkebunan” tambah Noval.
Kepala Oprasional LBH Pekanbaru, Rian Sibarani menyebutkan bahwa unsur-unsur dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti “Jaksa tidak dapat membuktikan dakwaannya baik dalam dakwaan kesatu maupun dakwaan kedua kesemuanya tidak terbukti, fakta persidangan terungkap bahwa Rustam tidak membuka / mengelola lahan perkebunan dan Rustam tidak ada berniat untuk membuka / mengelola perkebunan, hanya untuk membersihkan pekarangan karena akan mengadakan kenduri” tambah Rian Sibarani
Dalam nota pembelaannya Penasihat hukum Rustam juga menyebutkan bahwa terjadi suatu disparitas atau perbedaan penegakan hukum antara masyarakat yang buta hukum dengan korporasi atau cukong yang secara terang melakukan pembakaran lahan, hal ini dapat terlihat dari banyaknya masyarakat yang terjerat hukum karena membakar setitik lahan, sementara itu korporasi ataupun cukong sangat sedikit yang sampai dimeja penyidikan atau pengadilan. Seharusnya Penegak Hukum, baik Kepolisian maupun Kejaksaan lebih serius menangani para pembakar lahan yang luasnya puluhan bahkan ribuan hektar dan menyebabkan penderitaan serta kesengsaraan bagi masyarakat di Provinsi Riau.
Bahwa seharusnya penegak hukum tidak melakukan pemidanaan kepada Rustam, karena ada sesuatu hal yang lebih penting daripada memidanakan masyarakat yang buta hukum. Pemerintah seharusnya mendaftarkan usaha perkebunan dengan luasan 25 hektar atau lebih dan penegak hukum seharusnya melakukan upaya pendekatan preventif kepada terdakwa dan masyarakat yang memiliki perkara yang mirip atau sama dengan terdakwa. “Jangan jadikan hukum itu sebagai alat untuk memenjarakan orang-orang miskin dan buta hukum dan jangan jadikan hukum itu tajam ke bawah dan tumpul ke atas” ujar Noval saat membacakan Nota Pembelaannya pada 7 Juli 2020.
Rustam dituntut pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar 800juta rupiah subsidiair selama 2 (dua) bulan kurungan karena menurut Jaksa Penuntut Umum, Rustam melanggar pasal Pasal 56 Ayat (1) Jo Pasal 108 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
“Jaksa menuntut sesuai dengan dakwaan kedua melanggar UU Perkebunan, akan tetapi jaksa dalam argumentasi atau anlisisnya menggunakan UU PPLH atau dakwaan kesatu, hal ini membuktikan bahwa jaksa ragu dan bingung dakwaan mana yang harus dikenakan kepada Pak Rustam, karena dalam fakta persidangan baik dakwaan kesatu maupun kedua sama sama tidak terbukti” tegas Noval Setiawan.
Rustam ditangkap pada tanggal 25 Januari 2020 tepat anak keempatnya baru berusia 21 hari dan keluarga Rustam pada saat itu belum sempat memberikan nama kepada anak terakhirnya. Sejak saat itu Rustam ditahan hingga saat ini untuk menjalani proses hukum yang sedang dijalani oleh Rustam. Agenda sidang berikutnya dijadwalkan pada hari Kamis 9 Juli 2020 dengan agenda Replik atau Tanggapan Penuntut Umum terhadap Nota Pembelaan Penasihat Hukum “Semoga Majelis Hakim dapat memberikan keadilan bagi Pak Rustam dan keluarganya serta masyarakat yang miskin dan buta hukum” Tutup Noval.
Cp
Rian Sibarani 081278431163
Noval Setiawan 085278735200
Add Comment