Siaran Pers

LBH Pekanbaru Mengecam Dugaan Perbudakan Modern Di PT. SRL Rupat

Pekanbaru, 5 Desember 2023, LBH Pekanbaru mengecam adanya dugaan perbudakan modern (modern slavery) di PT. Sumatera Riang Lestari (SRL) terhadap puluhan orang pekerja di  Kampung Sidomulyo, Kelurahan Batu Panjang, Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.

Bedasarkan pengaduan dan informasi yang didapatkan oleh LBH Pekanbaru melalui portal media online “Pindo Merdeka” dengan link berita https://pindomerdeka.online/2023/12/04/puluhan-pekerja-kebun-akasia-di-rupat-pilih-kabur-terancam-hutang-diduga-upah-kerja-tidak-jelas-dari-kr-cari-perlindungan/ puluhan pekerja PT. SRL ditemukan dalam keadaan memprihatinkan (30/11/23). Ini berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak-hak pekerja yang telah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Dugaan pelanggaran ini diantaranya; Pertama, adanya jam kerja yang berlebihan, Kedua, upah dibawah rata- rata pendapatan minimum daerah, Ketiga, tidak adanya kesehatan dan keselamatan Kerja (K3), Keempat, Tidak adanya jaminan kesejahteraan, kesehatan dan pendidikan, Kelima, Eksploitasi terhadap pekerja anak, dan Keenam, Penahanan dokumen- dokumen pribadi.

Surat Permohonan Perlindungan Hukum Para Pekerja Kepada Kepala Kepolisian Sektor RUpat

Terhadap dugaan tindakan tersebut jelas melanggar ketentuan Peraturan Perundang- Undangan. Pertama, adanya jam kerja yang berlebihan serta tidak diberikannya waktu istirahat secara jelas telah melanggar Pasal 79 Perppu No. 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi Undang- Undang melalui Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang “Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada Pekerja/Buruh paling sedikit meliputi: a- istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;” dan lebih lanjut lagi PP 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja dalam Pasal 21 secara jelas mengatur tentang ketentuan waktu kerja “Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) ja- 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.”

Kedua, Upah pekerja yang tidak jelas. Hal ini  sesuai dengan keterangan warga yang mengungsi, para pekerja  sudah lebih kurang 7 bulan kerja belum pernah tahu besaran gaji yang mereka terima. Perampasan hak yang dilakukan oleh PT.SRL jelas melanggar hak-hak pekerja, sesuai dengan Pasal 9 dan 38 Undang-Undang No 39 Tahun 1999 Tentang HAM “(1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya. (2) Setiap orang berhak tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin. Pasal 38 Undang-Undang No 39 Tahun 1999 Tentang HAM juga memeperkuat perlanggaran tersebut (4) Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya”.

Ketiga, Tidak adanya jaminan keamanan dan keselamatan Kerja akibat tidak diberi waktu untuk istirahat ketika sedang sakit dan mengakibatkan 2 orang pekerja meninggal dunia akibat sakit yang terus dipaksakan bekerja. Ini jelas melanggar kewajiban perusahaan yang harus diberikan kepada pekerja sesuai dengan pasal 86 ayat 1 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, “Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja”.

Keempat, Tidak adanya jaminan kesejahteraan, Kesehatan dan Pendidikan  untuk pekerja dan keluarga pekerja bahkan sampai  meninggal merupakan tindakan yang sangat tidak manusiawi. Seharusnya perusahaan menunaikan kewajiban terhadap pekerja sesuai dengan pasal pada undang-undang no 32 tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, pasal 3 ayat 2, , “Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja,  pasal 6 ayat meliputi: a. Jaminan Kecelakaan Kerja; b. Jaminan Kematian; c. Jaminan Hari Tua; d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan”.

Kelima, Mengikutsertakan anak-anak dibawah umur untuk bekerja di kebun merupakan tindakan eksploitasi terhadap anak. Perbuatan ini tentu merampas hak-hak yang seharusnya diterima oleh setiap anak dibawah umur. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 76I, “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap Anak”.

Tindakan Penahanan dokumen-dokumen pribadi seperti KTP dan KK oleh Ketua Rombongan merupakan tindakan penggelapan yang dilakukan oleh perusahaan karena ada hubungan kerja. Penahanan dokumen pribadi milik pekerja/ buruh jelas merupakan suatu tindak pidana, terlebih hal ini sudah diatur dalam pasal 374 KUHP “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana paling lama lima tahun”.

Paling tidak ada beberapa ketentuan hukum lainnya yang sudah dilanggar oleh diantaranya adalah UUD khususnya pasal 28I tentang hak untuk tidak disiksa, deklarasi universal HAM yang diratifikasi menjadi UU No. 39/1999, kovenan hak-hak sipil dan politik yang diratifikasi dengan UU No 12/2006, kovenan internasional hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang diratifikasi melalui UU No. 11/2006, kovenan menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia yang diratifikasi oleh UU No. 5 Tahun 1998.

Oleh karena itu, LBH Pekanbaru mendesak :

  1. Dinas ketenagakerjaan Provinsi Riau dan Kabupaten Bengkalis untuk memberikan sanksi tegas terhadap PT. SRL atas dugaan pelanggaran terhadap Pekerja/ Buruh;
  2. Kepolisian Daerah Riau melalui Polres Bengkalis untuk mengusut dugaan tindak pidana eksploitasi anak yang dilakukan oleh PT. SRL hingga tuntas;
  3. Dinas sosial dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk melakukan pemulihan terhadap pekerja/buruh serta keluarganya.

Narahubung :

Wira Ananda : 082167660758 (Kabag Advokasi LBH Pekanbaru)