Pekanbaru. Tanggal 9 juli 2015 Bareskrim Polri menetapkan Dua Komisioner Komisi Yudisial RI Suparman Marzuki dan Taufiqurrohman Syahuri sebagai tersangka atas Laporan Pencemaran Nama Baik atas nama Sarpin Rizaldi.
Merespon Perkembangan kasus dugaan pencemaraan nama baik sebagaimana yang dilaporkan atas nama Sarpin Rizaldi tersebut, Direktur YLBHI-LBH Pekanbaru, Daud Frans SH mengatakan bahwa pelemahan pelemahan terhadap pengawasan kinerja Hakim semakin jelas dan semakin tersistematis.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum LBH Pekanbaru berpandangaan bahwa Penetapan tersangka Dua Komisioner Komisi Yudisial RI ini merupakan serangkaian upaya pelemahan kinerja Komisi Yudisial. “Kami Melihat ada upaya Pelemahan terhadap Komisi Yudisial RI, Pernyataan yang di jadikan dasar laporan Pencemaran nama baik adalah bentuk penyampaian pendapat yang merupakan hak setiap orang yang dilindungi oleh UUD RI 1945” Ujar Daud. Ditambahkan daud lagi bahwa Pasal 310 KUHP tidak memenuhi unsur dimana Pasal tersebut merupakan delik aduan.
“Pasal 310 merupakan delik aduan yang dimana ada pengaduan dari yang merasa namanya terhina atau di cemarkan, sementara itu pernyataan Kapolri dan Kabareskrim di media adalah yang menjadi dasar penetapan tersangka itu Laporan, jadi bukan Pengaduan. oleh karena itu penetapan tersangka ini merupakan hal yang terlalu dipaksakan” Terang Daud
Daud Frans Menjelaskan bahwa yang di kritik oleh Komisioner adalah Putusan Hakim Sarpin saat menyidangkan Kasus Prapradilan Budi Gunawan yang tidak terima ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, bukan Pribadi Sarpin. “kami berpandangan Penetapan tersangka komisioner KY RI jelas memang merupakan pelemahan KY yang tersistematis, ada upaya upaya pelemahan KY” kata Daud dengan tegas
Beberapa upaya tersebut mulai dari Pelemahan Komisi Yudisial melalui “judicial review” atau uji materi UU KY. Tahun 2006, Mahkamah Konstitusi membatalkan kewenangan KY dalam melakukan pengawasan terhadap hakim MK. IKAHI mengajukan uji materi UU KY ke MK terkait keterlibatan KY dalam Seleksi Pengangkatan Hakim.
Kedua, Hakim menolak diperiksa Komisi Yudisial. Hakim praperadilan Budi Gunawan, Hakim pemeriksa perkara Antasari Azhar, Kasus eksekusi gedung arthaloka, menolak diperiksa oleh Komisi Yudisial. Ketiga, sejumlah rekomendasi Komisi Yudisial tidak ditindaklanjuti oleh Mahkamah Agung
Keempat, pelemahan Komisi Yudisial melalui kriminalisasi Komisioner. Beberapa hari yang lalu dua komisioner KY, Suparman Marzuki dan Taufiqurahman Syahuri, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Hakim Sarpin Rizaldi.
Terakhir Direktur LBH Pekanbaru mengajak seluruh elemen masyarakat, LSM, NGO’s serta para akademisi untuk tetap bersatu padu mengkawal kasus ini dan menghentikan segala bentuk kriminalisasi KY. Lahirnya KY dinilai merupakan amanat reformasi dalam hal reformasi peradilan. Reformasi tersebut salah satunya memberikan MA sebagai pucuk peradilan kewenangan yang luas untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri.
Luasnya kewenangan MA tersebut haruslah diawasi sehingga diperlukan suatu lembaga pengawas eksternal agar proses reformasi peradilan berjalan optimal. Karena itu, konstitusi kita memberikan amanat tersebut kepada KY, yang dibentuk sebagai penyeimbang MA di dalam kekuasaan kehakiman “Kami mengajak seluruh Eleman Masyarakat, LSM dan NGO’s seperti Riau Corruption Trial, Komunitas Peradilan Bersih, LBH Pers, Walhi Riau dan lain sebagainya. harapannya tidak ada lagi bentuk bentuk kriminalisasi terhadap lembaga Negara terkhusus dalam hal ini Komisi Yudisial RI.” tutup Daud (Rian – LBH Pekanbaru)
Add Comment