Berita Publikasi

Gerakan Rakyat Tolak PT SAL

GERAKAN RAKYAT TOLAK PT SAL

HIPPMIH. IPPMBR. FORKOMSI. HIMAROHU. HMOK. HMI MPO. WALHI RIAU. LBH PEKANBARU. JIKALAHARI. RIAU CORRUPTION TRIAL. TAPAK. FITRA RIAU

Masyarakat Desa Pungkat Diintimidasi Oleh Polres Inhil

PEKANBARU. SELASA, 2 SEPTEMBER 2014–Gerakan Rakyat Tolak PT SAL/PT Setia Agrindo Lestari hari ini meluncurkan Laporan dari Desa Pungkat: Masyarakat Desa Pungkat Diintimidasi Oleh Polres Inhil dan Izin PT Setia Agrindo Lestari (SAL) Mengandung Unsur Perbuatan Melawan Hukum Di Indragiri Hilir, Riau.

Laporan ini merupakan temuan langsung di Desa Pungkat dari tanggal 16-18 Agustus 2014. Tim melakukan observasi, bertatap muka mewawancarai 31 warga yang melihat, mendengar, mengalami dan menyaksikan polisi mendatangi kampung mereka. Tim bertemu dengan istri para tersangka, orang tua yang anaknya terkena tekanan psikologi—masyarakat mengatakan “cacat mental”—, seorang warga yang dipukul saat diperiksa sebagai saksi, dua orang warga yang rumahnya dirusak—meski kemudian diperbaiki polisi—dan warga yang langsung melawan Polisi.

“Pihak kepolisian juga melakukan pelanggaran HAM karena tindakan yang tak sesuai prosedural tersebut. Peristiwa ini juga menimbulkan efek traumatik terhadap warga. Padahal seharusnya pihak kepolisian melindungi dan memberikan rasa aman kepada masyarakat,” kata Indra Gunawan, Koordinator Gerakan Rakyat Tolak PT SAL.

MASYARAKAT DESA PUNGKAT DIINTIMIDASI POLRES INHIL

Sekitar pukul 06.00, pada Rabu 6 Agustus 2014, setidaknya 200 Polisi dari Polres Indragiri Hilir (Inhil) memarkir speed boat di Desa Pungkat, Kecamatan Gaung, Kabupaten Indragiri Hilir. Lengkap dengan senjata lars panjang, memakai helm, pentungan dan perisai, polisi itu menapak kaki di Desa Pungkat.

Polisi berkumpul di tepi pelabuhan. Seorang warga bernama mendekati polisi tersebut. Ia mengatakan kepada komandan yang memimpin pasukan tersebut,”Bapak (Polisi) kalo mau tangkap tak usah bawa banyak polisi. Masyarakat Pungkat bukan teroris, mereka mempertahankan haknya.”

Seorang polisi menerima telepon dari seorang warga. Polisi bergegas menuju lapangan bola, di mana ratusan warga sudah berkumpul.

Di tengah lapangan bola. Satu persatu warga ditangkap setelah salah seorang polisi membacakan daftar nama-nama di dalam ponsel. Polisi menerima pesan pendek. Menyebut nama dari pesan pendek tersebut, sambil memegang tangan warga yang diduga tersangka.

Bila nama-nama dalam daftar tidak ditemukan saat pertemuan di lapangan bola, polisi langsung mendatangi rumah—menggeledah, masuk secara paksa, merusak rumah—bahkan menodongkan senjata lars panjang ke muka warga yang diduga rumah tersangka. Polisi menginap di Desa Pungkat terus memburu tersangka yang kabur. Polisi keluar dari Desa Pungkat pada Sabtu 9 Agustus 2014.

Empat hari polisi di Desa Pungkat, suasana kampung sepi dan mencekam. Warga ketakutan melihat polisi hilir mudik di depan rumah warga sambil membawa senjata lars panjang. Suasana sepi selama polisi berkeliaran di Pungkat.

Seorang warga menyaksikan dari depan rumahnya. Dia melihat dua pemuda naik sepeda motor dari Parit Kemang melintas di depan polisi yang sedang duduk. Polisi memeriksa KTP-nya. Salah satunya tidak membawa KTP disuruh push up 20 kali oleh polisi.

Karena tak berhasil menangkap warga yang kabur. Polisi mengatakan bila orang yang melarikan diri tidak menyerahkan diri, aparat kembali masuk ke Desa Pungkat dengan jumlah lebih besar. Polisi sempat mengatakan sudah capek mandi air merah. Polisi juga mengancam pada istri salah seorang warga yang kabur. Bila suaminya tak menyerahkan diri, sang istri akan dijadikan sebagai gantinya dan dibawa ke kantor polisi.

Bukan saja merusak rumah, menggeledah rumah dari ruang tidur hingga dapur, menodongkan senjata kepada warga, perbuatan polisi juga berakibat pada dua warga Pungkat berinisial Nh (Perempuan, 18 tahun) dan Sh (Lelaki, 27 tahun) terkena tekanan psikologi. NH bahkan tidak lagi bisa mengenali kedua orang tuanya. NH kerap berteriak dari dalam rumah. SH hanya mengurung diri di dalam kamar.

Saat tim sedang mewawancarai ayahnya, NH berteriak-teriak dari dalam rumah. Saat tim usai wawancara, NH keluar dari rumah memakai baju tidur berteriak dan berjalan cepat menunggu rumah sebelahnya. Ayah dan keluarganya bergegas menghampiri dan menggiring membawa masuk ke rumah.

Hingga tanggal 17 Agustus 2014, saat puluhan warga bercerita dengan tim, ada yang sambil menangis, ketakutan dan belum bisa melupakan kejadian saat polisi mendatangi kampung mereka. Bahkan puluhan warga belum kembali ke kampung atau melarikan diri dari kejaran polisi.

Dampaknya juga pada sekolah. Pada 11 Agustus 2014, murid-murid pertama masuk sekolah usai liburan Idul Fitri. Di dalam kelas hanya ada 2-3 dari 30 murid yang hadir. Esoknya, Sekolah diliburkan karena ada perintah dari UPTD.

Bukan itu saja, meski fakta menunjukkan 9 alat berat, dua pondokan dan satu mesin robin air milik PT SAL dibakar oleh ratusan warga Pungkat pada 17 Juni 2014. Ini karena perusahaan tidak mematuhi surat dari Pemkab Inhil, DPRD Inhil dan Danramil Pungkat agar menghentikan operasional sementara waktu sampai ada penyelesaian. Temuan tim saat menyusuri selama hampir tiga jam, menuju ke perkebunan, hutan dan lokasi TKP, menemukan bahwa bahwa izin PT SAL mengandung unsur perbuatan melawan hukum.

Bahkan saat tim tiba di lokasi TKP dan memasukkan dalam GPS, alat berat milik PT SAL berada di luar izin lokasi yang diberikan oleh Bupati Inhil. Bahkan tim menemukan alat berat tersebut telah menggeledor kayu hutan alam.

Hingga Laporan ini tim susun, seorang warga pada akhir Agustus 2014 mengabarkan dari Pungkat. Tiga polisi datang menemui warga meminta agar warga jangan mempercayai wartawan. Kata sang Polisi, wartawan hanya cari duit menulis berita Pungkat. Kapolsek lahan bahkan turun langsung ke Pungkat hendak memberikan bantuan kepada keluarga tersangka.

Atas perbuatannya, Polres Inhil telah melanggar Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (selanjutnya disebut Perkap HAM).

IZIN PT SETIA AGRINDO LESTARI (SAL) MENGANDUNG UNSUR PERBUATAN MELAWAN HUKUM DI INDRAGIRI HILIR, RIAU.

Saat tim mengambil titik GPS di TKP, hasilnya penebangan hutan dan lokasi alat berat PT SAL berada di luar izin lokasi seluas 17.095 ha yang diberikan oleh Bupati Indragiri Hilir tahun 2013. Dan PT SAL juga belum memiliki izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. Sementara PT SAL sudah menebang kayu hutan di parit 9 dan parit 10.

Menurut keterangan warga yang kami temui, PT SAL tak pernah melakukan sosialisasi AMDAL. Warga tidak tahu soal AMDAL. Namun, Kepala Desa memastikan PT SAL sudah melakukan sosialisasi AMDAL kepada “warganya”. Beberapa unsur perbuatan melanggar hukum lainnya:

Izin lokasi PT SAL No:503/BP2MPD-IL/VIII/2012/05 tentang Pemberian izin lokasi kepada PT SAL untuk perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Gaung Kabupaten Inhil. Terasa janggal. Awalnya lokasi di Kecamatan Tempuling, lantas berubah menjadi Kecamatan Gaung saat warga mengadukan ke DPRD Inhil.

Areal izin seluas 17.095 ha milik PT SAL berada di atas lahan gambut dan hutan alam. Pemberian izin ini bertentangan dengan Inpres Moratorium yang diterbitkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak tahun 2011. Lokasi tersebut masuk dalam revisi PIPIB 1-6.

Areal seluas 17.095 ha milik PT SAL juga tumpang tindih (atau berada di atas izin) milik PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa dan PT Bina Keluarga. Kedua perusahaan tersebut bergerak di sektor tanaman industri akasia.

PT SAL mengajukan Izin Lokasi seluas sekira 2.000 ha pada 30 Mei 2012. Lantas 1 Agustus 2012, BP2MPD Inhil memberikan seluas 17.095 hektar. Dan pada 31 Oktober 2013 atau sebulan jelang dia digantikan oleh Bupati terpilih, Indra Mukhlis Adnan (Bupati Inhil periode 2009-2013) menerbitkan IUP kepada PT SAL.[1] Areal seluas 17.095 hektare tersebut bertentangan dengan sejumlah aturan yang ada.

Hasil investigasi eyes on the forest[2] areal tersebut tumpang tindih dengan izin HPH HTI PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa dan PT Bina Keluarga jelas bertentangan dengan peraturan menteri kehutanan terkait di atas izin IUPHHKHT atau IUPHHKHA tidak boleh ada izin atau tidak dibebani izin. Faktanya, hasil temuan tim Eyes on the forest menemukan lokasi PT SAL berada di atas izin dua perusahaan yang sudah berdiri jauh sebelum PT SAL berdiri. PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa dapat izin dari SK Menhut SK.109/Kpts-II/2000 dengan luasareal 44.595 ha, yang kemudian mendapatkan ketetapan areal melalui Kepmenhut: SK.59/Menhut-II/2013, areal MSK menjadi seluas ± 44.433,66 Ha, yang terletak di kelompok Hutan Sungai Gaung, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.[3]

Izin PT SAL Juga bertentangan dengan Inpres SBY Nomor 06 tahun 2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.[4] Berdasarkan peta izin PT SAL dioverlay dengan peta PIPIB, PT SAL masuk dalam Revisi PIPIB 1-6. Dalam Izin PT SAL seluruhnya berada di atas hutan rawa gambut yang kedalamannya lebih dari tiga meter bahkan masih tersisa hutan alam yang tersisa.[5]

DAMPAK TINDAKAN REPRESI APARAT KEAMANAN DI PUNGKAT TERHADAP PEREMPUAN

Dampak langsung yang terjadi terhadap perempuan dan anak-anak di Desa Pungkat baik bagi mereka yang anggota keluarganya ditangkap maupun yang masih buron/melarikan diri :

  • Trauma/tekanan psikologis, merasa terancam, ketakutan dan tertekan secara emosi bahkan faktanya 2 (dua) orang mengalami trauma berat hingga saat ini tanpa ada tanggungjawab dari penyelenggara negara
  • Bertambahnya beban perempuan yang semula hanya sebagai ibu rumah tangga kemudian harus bertanggung sebagai pencari nafkah bagi keluarga dan orangtua tunggal bagi anak-anaknya
  • Beban sosial karena adanya anggapan bahwa mereka yang ditangkap polisi adalah mereka yang jahat/penjahat (stigmatisasi)

Dampak besar lainnya masyarakat Pungkat mengalami tekanan psikologi bila mereka diajak berbicara terkait polisi. saat menyebut nama polisi, mereka langsung mengingat peristiwa 6-9 Agustus 2014 lalu.

REKOMENDASI

  1. Mendesak Kepolisian Republik Indonesia menjatuhkan sanksi terhadap Kepala Polda Riau, Dansat Brimobda Polda Riau dan Kepala Polres Inhil melalui proses penegakan disiplin, penegakan etika kepolisian, dan atau proses peradilan pidana yang telah melanggar ketentuan KUHAP, Perkap MP dan Perkap HAM.
  2. Meminta Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut dugaan korupsi atas terbitnya Izin Usaha Perkebunan PT Setia Agrindo Lestari yang diterbitkan oleh Indra Mukhlis Adnan (Bupati Inhil Periode 2008-2013)
  3. Mendesak Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komnas Anak, Kompolnas untuk melaksanakan tugas pemantauan guna mengusut tuntas pelanggaran HAM yang dilakukan oleh kepolisian dan Satpol PP yang menyerbu dan mengintimidasi masyarakat Desa Pungkat.
  4. Mendesak UKP4 dan BP REDD+ memeriksa dan mencabut izin PT Setia Agrindo Lestari yang masuk dalam moratorium PIPIB 1-6
  5. Mendesak Bupati Inhil mencabut perizinan sawit PT Setia Agrindo Lestari yang diduga telah melakukan pelanggaran hukum terkait izin pelepasan kawasan hutan dan komitmen moratorium pemerintah Indonesia.
  6. Mendesak Bupati Inhil memecat Kepala Satpol PP, Camat Gaung dan Kepala Desa Pungkat yang mengabaikan tugasnya memberi rasa aman kepada warganya.
  7. Mendesak Pemkab Inhil memberi jaminan rasa aman dan rehabilitasi serta menjamin suasana kondusif sehingga tidak terulang kembali terhadap masyarakat Pungkat yang mengalami tekanan psikologi dan ketakutan dari intimidasi Kepolisian dan Satpol PP.
  8. Mendesak RSPO menghukum dan mencabut keanggotaan First Resource Group di dalam anggota Roundtable Suistainable Palm Oil (RSPO). PT Setia Agrindo Lestari merupakan anak perusahaan First Resources Group.

Wawancara lebih lanjut sila hubungi:

Indra Gunawan, HIPPMIH, 085374204845

Muslim Rasyid, Jikalahari, 08127637233

Riko Kurniawan, Walhi Riau, 081371302269

Boy Even Sembiring, riau corruption trial, 085271897255

[1] Dokumen terlampir saat pertemuan warga Pungkat dengan DPRD Inhil.

[2] Tanggal 26-29 Agustus 2014

[3] Lihat izin PT Mutiawa Sabuk Khatulistiwa

[4] Inpres pertama No 10 tahun 2011, lantas Inpres tersebut diperpanjang melalui Inpres No 6 tahun 2013

[5] Analisis citra EoF terlampir dalam laporan ini

About the author

lbhpekanbaru

Add Comment

Click here to post a comment