Tarmidzi dan Taufik dari FITRA Riau hadir ke LBH Pekanbaru guna menjadi pemateri dan narasumber dalam diskusi mengenai keterbukaan informasi publik di Riau. Hadir sebagai Pemateri, Tarmidzi menyebutkan UU KIP merupakan landasan atas lahirnya keterbukaan informasi di Indonesia. Masyarakat dapat meminta informasi kepada badan publik baik pemerintah maupun swasta termasuk NGO jika telah mengakses dana publik baik APBN maupun APBD.
Dalam proses permintaan informasi ke intansi terutama instansi pemerintah, perlu adanya permohonan terlebih dahulu. Di riau baru Siak dan Inhu yang punya Pejabat Pengelola Informasi Daerah Satu Pintu. Sedangkan daerah lain masih berada di tiap instansi masing-masing. Instansi yang dimintakan informasi tersebut wajib selama maksimal 10 hari sudah memberikan jawaban atas informasi tersebut. Jika membutuhkan waktu lebih untuk mencari informasi tersebut dapat menambah waktu selama 7 hari.
jika suatu instansi menolak atau tidak membalas permohonan informasi tersebut, pemohon dapat mengajukan keberatan kepada instansi tersebut disertai dalil dan alasan. Selama 30 hari proses yang diberikan kepada instansi untuk menanggapi keberatan tersebut. jika tidak juga dibalas ataupun sudah ada balasan mengenai keberatan dan Pemohon tidak menerima alasan tersebut, Pemohon dapat mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi di Ibukota Provinsi.
Di atas merupakan skema atau alur permohonan sengketa informasi yang pernah FITRA laksanakan. Sebagian informasi diterima dan diberikan oleh instansi. Namun ada juga informasi yang tidak diberikan hingga adanya putusan Komisi Informasi. FITRA menjelaskan upaya selanjutnya adalah meminta eksekusi dari Pengadilan Negeri bagi instansi swasta dan Pengadilan tata usaha negara bagi instansi pemerintah. Namun FITRA menyampaikan biaya untuk mengeksusi tersebut masih cukup mahal.
Diskusi ditutup dengan sesi foto bersama.
Add Comment