Tak Berkategori

Tak Berkategori

Bermula dari penangkapan paksa dan intimindasi Polres Inhil pada tanggal 6-9 Agustus 2014 kurang lebih 200 personil Polisi menangkap 21 orang warga Desa Pungkat tanpa surat penangkapan serta menggeledah, masuk secara paksa, merusak rumah dan menodongkan senjata laras panjang ke keluarga yang di duga melakukan pengrusakan dan pembakaran alat berat milik PT. SAL yang beroperasi di luar kawasan konsesi izin PT. SAL. Akibat dari penangkapan paksa dan intimindasi di depan keluarganya tersebut beberapa keluarga dari korban terdiri dari perempuan dan anak-anak mengalami trauma berat dan tekanan psikologis yang cukup tinggi. hingga kini 21 orang warga Desa Pungkat di tuntut Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Tembilahan dengan tuntutan 1 tahun 6 bulan didakwa Pasal 170 ayat (1) KUHP “pengerusakan alat berat PT. SAL bersama-sama”. Padahal ke-21 terdakwa tersebut memiliki motif yang baik untuk untuk mempertahankan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat di Desa Pungkat dan perbuatan para terdakwa dapat dilihat sebagai suatu pembelaan terpaksa guna melindungi kehormatan dan harta benda mereka yang dirusak atau terancam hancur karena ulah pengrusakan hutan. Pada tanggal 11 Desember 2014 LBH Pekanbaru mendampingi saksi pelapor ke Propam Polda Riau untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat dari Gerakan Rakyat Tolak PT. Setia Agrindo Lestari (SAL) tindakan sewenang-wenang Kepolisian Polres Inhil dalam melakukan penangkapan dan intimindasi terhadap masyarakat Desa Pungkat Kabupaten Inhil. Menyikapi lambannya proses hukum yang dilakukan Polda Riau atas pelanggaran hukum tersebut, YLBHI-LBH Pekanbaru menyampaikan beberapa hal sebagai berikut Bahwa harus dipandang serius tindakan tersebut merupakan tindakan yang melanggar “Hak untuk Tidak Disiksa dan Hak rasa aman dari ketakutan” sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28G Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat (1) UUD 1945, Pasal 9 ayat (2), Pasal 29 ayat (1) dan (2), Pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik; Bahwa harus dipahami serius di jajaran Polri bahwa “setiap orang tidak boleh ditangkap sewenang-wenang” sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 ayat KUHAP, Pasal 34 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 9 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik, Pasal 6 huruf D Perkap No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri; Bahwa harus diperhatikan serius dampak penangkapan terhadap keluarga korban khususnya perempuan dan anak-anak yang mendapatkan gangguan psikis secara tidak langsung dan rasa tidak aman akibat penangkapan yang sewenang-wenang tersebut sebagaimana dimaksud pada Pasal 28 B ayat (2) UUD 1945, Pasal 58 ayat (1) UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM; Bahwa penangkapan paksa dan intimindasi yang dilakukan oleh Polres Inhil, seolah-olah perbuatan tersebut sudah menjadi suatu hal yang lazim dan tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena Negara Republik Indonesia harus bertanggung jawab secara terus menerus melakukan berbagai upaya guna memajukan penghormatan, perlindungan, penegakan dan pemenuhan atas hak dasar setiap warga negara, tanpa terkecuali; Bahwa harus dipandang serius oleh pemerintah dan jajaran Polri terhadap penangkapan paksa dan tindak intimindasi terhadap warga pungkat terutama berimbas terhadap perempuan dan anak-anak dimana hak-haknya dijamin untuk dilindungi oleh negara dari tindakan-tindakan yang merusak mental mereka; Bahwa Polda Riau harus serius menangani kasus penangkapan paksa dan intimidasi yang dilakukan oleh Polres Inhil di Desa Pungkat ini serta mengambil tindakan tegas terhadap anggota Polri yang mengedepankan kekerasan dan perlakuan sewenang-wenangan; Bahwa Polri mempunyai fungsi untuk mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat dari ancaman tindak pidana sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 6 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, jika hal ini dibiarkan oleh negara, dikhawatirkan akan menciptakan rasa tidak aman terhadap masyarakat Desa Pungkat Kabupaten Inhil. Berdasarkan hal tersebut di atas, LBH Pekanbaru mendesak : Agar Kapolda Riau mengusut tuntas dan memproses hukum personil kepolisian yang terlibat dalam peristiwa penangkapan paksa dengan cara intimindasi serta sewenang-wenang; Agar Kapolda Riau serius mengungkap suatu kejahatan yang mengatasnamakan hukum yang berdampak terjadinya pelanggaran HAM terhadap masyarakat Desa Pungkat Kabupaten Inhil; Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Komisi Kepolisian Nasional segera memeriksa polisi yang di duga melakukan pelanggaran HAM terhadap masyarakat Desa Pungkat Kabupaten Inhil. Demikian disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Pekanbaru, 12 Desember 2014 Hormat Kami, LBH Pekanbaru Daud Frans MP, SH Direktur

Bermula dari penangkapan paksa dan intimindasi Polres Inhil pada tanggal 6-9 Agustus 2014 kurang lebih 200 personil Polisi menangkap 21 orang warga Desa...