Berita Publikasi Siaran Pers Tak Berkategori

Bawas MA dan KY Patut Beri Sanksi pada Tiga Hakim yang Bebaskan Suheri Terta

Koalisi Masyarakat Sipil Pemantau Korupsi dan Peradilan Bersih—Jikalahari, LBH Pekanbaru, Walhi Riau dan Senarai—melaporkan Majelis Hakim Saut Maruli Tua Pasaribu, Sarudi dan Darlina Darwis ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung Republik Indonesia. Laporan diantar langsung ke Penghubung Komisi Yudisial Riau, Pengadilan Tinggi Pekanbaru serta Mahkamah Agung via pos.

Para majelis tersebut membebaskan terdakwa Legal Manager PT Duta Palma Suheri Terta, karena dianggap tidak terbukti menyuap bekas Gubernur Riau Annas Maamun, lewat tangan kanannya Gulat Medali Emas Manurung.

Pertimbangan majelis, hanya Gulat Manurung yang mengaku terima duit dari Suheri Terta; keterangan Annas Maamun berubah-ubah karena sudah pikun; uang yang disita KPK tidak sesuai dengan nilai dan mata uang yang disebut dari Suheri Terta; waktu dan tempat pemberian uang dari Suheri Terta ke Gulat Manurung, dan penyerahan pada Annas tidak sesuai rekonstruksi yang dilakukan KPK dengan keterangan dipersidangan.

Koalisi berpendapat lain. Menurut Koordinator Umum Senarai Jeffri Sianturi, majelis mengutip putusan PN Bandung dalam perkara Annas Maamun yang telah dibatalkan Hakim Agung; tidak hanya Annas Maamun terima duit tapi juga Cecep Iskandar yang juga diakuinya setelah disita KPK; Bos Duta Palma Surya Darmadi yang meyuruh Suheri Terta menyuap Annas Maamun melarikan diri, bahkan Suheri Terta juga sempat jadi buronan setelah dihukum Mahkamah Agung dalam perkara Karhutla anak perusahaan Duta Palma.

Menurut Wakil Koordinator Jikalahari Okto Yugo Setyo, Suheri Terta sungguh tidak layak dibebaskan. Ia bersama Surya Darmadi dan PT Duta Palma Grup hingga saat ini merugikan negara, karena menguasai, menanam dan memanen sawit tanpa izin. DPRD Riau menemukan, empat anak perusahaan Duta Palma Grup yang terlibat kasus suap Suheri Terta—PT Banyu Bening Utama, PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari dan PT Siberida Subur—merugikan negara hingga Rp 75 milyar lebih pertahun.

Deputi Walhi Riau Fandi Rahman mengatakan, hakim tidak memiliki keberanian memberantas korupsi. Korupsi alih fungsi hutan dalam revisi RTRW Riau jelas berakibat pada kerusakan lingkungan, hilangnya keragaman hayati serta hilangnya hak masyarkat atas hutan tanah. Selain itu, putusan hakim jauh dari komitmen bersama penyelamatan sumberdaya alam. Pada 19 Maret 2015, di Istana Bogor, disaksikan Presiden Joko Widodo, 29 Pimpinan Kementrian dan Lembaga menandatangani Nota Kesepakatan Rencana Aksi Bersama Gerakan Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA) di Indonesia. Deklarasi itu juga diikuti penegak hukum, seperti KPK; Kepolisian; Kejaksaan dan TNI.

Direktur LBH Pekanbaru Andi Wijaya, juga merasa aneh dengan putusan Saut dan anggotanya. Sebab, penerima suap (Annas Maamun) dan perantaranya (Gulat Manurung) telah dinyatakan bersalah, namun pemberi suap (Suheri Terta) justru dibebaskan. Andi meragukan majelis hakim tersebut menangani perkara korupsi, jika dalam pemeriksaan perkara tidak serius dan profesional. Temuan LBH Pekanbaru, Hakim Sarudi sudah empat kali membebaskan terdakwa koruptor, termasuk Suheri Terta.

Surya Darmadi menyuap Annas Maamun melalui Suheri Terta sebesar Rp 8 miliar, supaya kebun sawit illegalnya dimasukkan dalam usulan revisi RTRW pada 2014. Uang baru diberikan Rp 3 miliar lewat Gulat Manurung, dan akan dilunasi setelah usulan tersebut ditandatangani Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, kala itu. KPK lebih dulu meringkus Annas Maamun dan Gulat Manurung saat operasi tangkap tangan di rumah pribadi Annas, Kompleks Citra Grand, Cibubur, Bekasi, Jawa Barat, enam tahun silam.

Mahkamah Agung hukum Annas Maamun 7 tahun penjara, sedangkan PN Jakarta Pusat memvonis Gulat Manurung 3 tahun kurungan. Lima tahun berlalu, KPK menetapkan pemberi suap—Surya Darmadi, Suheri Terta berikut PT Palma Satu—sebagai tersangka. Sayangnya, jerih payah KPK dinodai majelis dengan membebaskan Suheri Terta.

Bagaimana mungkin penerima dan perantara suap dinyatakan bersalah, namun pemberi suap dilepaskan dari jeratan hukum? Pengawas kinerja hakim Mahkamah Agung layak beri sanksi pada majelis yang memutus perkara ini. Bila perlu memecatnya, karena tidak mendukung pemberantasan korupsi, terlebih lagi upaya penyelamatan lingkungan hidup.

Narahubung:

Okto Yugo Setyo—0853 7485 6435

Fandi Rahman—0852 7160 3790

Andi Wijaya—0813 7811 0848

Jeffri Sianturi—0853 6525 0049