Riau boleh dikatakan provinsi “ yang beruntung” dengan memiliki alam yang elok untuk perkebunan kelapa sawit. Dari data Dinas Perkebunan (Disbun) Riau, luas hamparan perkebunan kelapa sawit di Riau mencapai 2.399.172 hektare.
Areal perkebunan kelapa sawit milik rakyat ( swadaya) memiliki persentase yang besar, mencapai 1.348.974 hektare atau sekitar 53 persen. sementara perusahaan swasta 971.552 hektare atau 43 persen dan layhan perkebunan kelapa sawit milik BUMN 79.546 hektare atau sekitar 4 persen.
Luasnya bentangan areal perkebunan kelapa sawit di Riau, belum diikuti dengan kepedulian yang tinggi dari kalangan perkebunan kelapa sawit terhadap komitmennya menjaga lingkungan dari kerusakan, pencemaran sosial masyarakat, perlu dipertanyakan.
Hingga saat ini 404 perusahaan sawit baik swasta maupun BUMN belum mengantongi sertifikat ISPO. Disbun melangsir baru 22 perusahaan sawit yang sudah mengantongi ISPO sementara 186 perusahaan baru mengikuti penilaian klasifikasi usaha perkebunan. ISPO merupakan sebuah sertifikat yang menjadi jaminan mutu dan kualitas perdagangan komoditi sawit di pasaran internasional.
Adapun 22 perusahaan yang Bersertifikat ISPO adalah:
- PT Musim Mas, Pangkalan Lesung, Kecamatan Pangkalan Kuras, Pelalawan.
- PT Musim Mas, Batang Kulim, Kecamatan Pangkalan Kuras, Pelalawan.
- PT Ivo Mas, Samsam, Kecamatan Kandis, Siak.
- PTPN V Tapung Hulu, Kampar
- PT Kimia Tirta Utama, Kecamatan Koto Gasib, Siak
- PT Ivo Mas Tunggal, Kecamatan Kandis, Siak
- PT Indosawit Subur, Desa Ukui, Pelelawan
- PT Meridan Sejati Surya Plantation, Kerinci kanan, Pelelawan
- PT Ivo Mas Tunggal ( PKS Libo-Sinarmas Grup), Kandis, Siak
- PT Eka Dura Indonesia ( PT Astra Agro lestari tbk), Kecamatan Kuntu Darusalam, Rohul
- PT Arindo Trisejahtra I, Kecamatan Tapung Hulu, Kampar
- PT Surya Inti sari Raya, Rumbai, Kota Pekanbaru
- PT Sari Lembah Subur (PT Astra Agro Lestari tbk), Pangkalan Lesung, Pelalawan
- PT Ramajaya Pramukti ( Ivo Mas Tunggal), Tapung, Kampar
- PT Buana Wira Lestari Mas ( PKS Kijang), Tapung Hulu,Kampar
- PT Buana Lestari Mas (PKS Naga Sakti), Tapung Hilir, Kampar.
- PT Panca Surya Agrindo, Rohul
- PT Subur Arum Makmur, Kampar
- PT Bumipalma Lestari Persada, Kampar
- PT Buana Wira Lestari Mas, Kampar
- PT Perdana Inti Sawit Perkasa, Rohul
- PT Adei Plantation and Industry, Pelalawan
Pemerintah melalui Direktur Jendral Perkebunan Kementrian Pertanian RI, meminta agar seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit harus mengantongi ISPO. Deadlinenya September 2015. sertifikat ISPO memang harus disiapkan seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit di Riau tanpa terkecuali. Menurut Dirjenbun, ISPO akan menguntunhgkan perusahaan itu sendiri misalnya, hasil produksi CPO yang mereka hasilkan memiliki kualitas yang sudah terjamin. Tapi itu tidak mudah mereka harus melalui semua tahapan yang menjadi persyaratan ISPO. Tahap pertama, perusahaan perkebunan kelapa sawit harus lulus dalam klasifikasi usaha perkebunan yang dilakukan dinas perkebunan kabupaten atau kota dan Disbun Riau. Perusahaan yang meraih nilai A dan B bisa di udulkan mendapat sertifikat ISPO melalui Dirjenbun. Sementara, perusahaan yang mendapat nilai C dan D harus melakukan perbaikan dan E wajib mengulang kembali prosesnya.
Dari seluruh perkebunan perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Riau, memamng belum seluruhnya mengantongi ISPO. namun, bukan berarti perusahaan tersebut tidak memiliki izin dalam usaha perkebunan kelapa sawitnya. dirjen perkebunan kementrian pertanian RI meminta sudah seharusnya perusahaan mendaftarkan sertifikasi ISPO ke komisi ISPO. bila tidak izin mereka terancam akan dicabut. paling lambat September 2015. bagi perusahaan yang tidak memiliki sertifikasi ISPO menteri pertanian akan merekomendasikan penurunan kelas perusahaan tingkat terendah yakni kelas IV.
Menurut Gamal sertifikasi ISPO ini adalah penting sebagai upaya dari pemerintah untuk menepis isu-isu lingkungan yang menjadi sorotan dunia internasional. sehingga perusahaan perkebunan kelapa sawit di tanah air harus menerapkan aturan yang berkaitan dengan lingkkungan. perusahaan perkebunan kelapa sawit yang telah memiliki perizinan lengkap dapat mengajukan permohonan sertifikasi ISPO melalui lembaga sertifikasi yang ditunjuk oleh komisi ISPO. penilaian mengacu permentan nomor 19 tahun 2011, diantaranya unit yang disertifikasi adalah kebun pemasok dan pabrik kelapa sawit (PSK). Dalam sertifikasi ISPO, proses perizinan atau legalitas menjadi hal yang utama yang dipersyaratkan. sehingga perizinan yang tidak lengkap dapat menyebabkan proses sertifikasi ISPO terhambat. Perusahaan yang hendak mengajukan serifikasi ISPO aharus melengkapi proses perizinan terlebih dahulu.
dalam urusan bagi-bagi tampaknya pemerintah pusat terlalu besar memotong porsi untuk Riau. khususnya untuk dana bagi hasil (DBH). selain memangkas DBH minyak dan gas dengan alasan turunnya harga minyak dunia, DBH sawit pun tahun ini Riau tak dapat. dari target yang direncanakan dalam RPJMD 2015 pada 2014 lalu, disebutkan Riau menerima RP 2,8 T untuk DBH migas. Sementara dengan keluarnya Perpres atas turunnya asumsi APBN 2015 karena penurunan harga migas dunia. Angka tersebut jauh berkurang dengan hanya menjadi Rp 898 M.
Dasar Hukum :
UUD 1945 Pasal 33 Ayat 4
UU No.32 Tahun 2009 Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU No. 39 Tahun 2014 Perkebunan Pasal 32
Permentan No.19 /Permentan/OT.140/3/2011 Tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia ( Indonesian Sustainiable Palm Oil /ISPO)
Analisa Hukum
Bahwa setiap Perusahaan yang melakukan Izin Izin Usaha baik berupa IUP B dan/atau IUP P, ITU P dan SPUP, bagi perusahaan yang telah mempunyai izin baik dalam baik pada tahap pembangunan maupun tahap operasional, secara rutin akan dilakukan penilaian dan pembinaan usaha perkebunan. Penilaian ini dimaksudkan untuk menjaga kesinambungan dan kelangsungan usaha perkebunan serta memantau sejauh mana penerima izin telah melakukan dan mematuhi kewajibannya. Bagi pelaku usaha perkebunan tahap pembangunan, penilaian dilakukan Provinsi/Kabupaten 1 (satu) tahun sekali sedangkan usaha perkebunan tahap operasional, penilaian dilakukan setiap 3 (tiga) tahun sekali sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan.
Penilaian usaha perkebunan dilakukan oleh petugas penilai yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dinas yang membidangi Perkebunan yang telah dilatih dan mendapat sertifikat sebagai Penilai Usaha Perkebunan oleh Lembaga Pelatihan Perkebunan (LPP) Yogyakarta. Petugas penilai bertanggung jawab secara teknis dan juridis terhadap hasil penilaiannya. Aspek yang dinilai dalam penilaian usaha perkebunan meliputi legalitas, manajemen, kebun, pengolahan hasil, sosial, ekonomi wilayah, lingkungan, serta pelaporan. Hasil penilaian tersebut berupa penentuan kelas kebun bagi kebun operasional, yaitu kebun Kelas I (baik sekali), Kelas II (baik), Kelas III (sedang), Kelas IV (kurang) dan Kelas V (kurang sekali).
Untuk kebun Kelas I, Kelas II, dan Kelas III mengajukan permohonan untuk dilakukan audit agar dapat diterbitkan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Sedangkan bagi kebun yang tergolong Kelas IV diberikan peringatan sebanyak 3 (tiga) kali dengan selang waktu 4 (empat) bulan dan kebun Kelas V diberikan peringatan sebanyak 1 (satu) kali dengan selang waktu 6 (enam) bulan. Apabila dalam jangka waktu peringatan tersebut perusahaan perkebunan yang bersangkutan belum dapat melaksanakan saran tindak lanjut, maka izin usaha perkebunannya dicabut. (ruth,devi)
Add Comment